Sumber historis, Sosiologis, Dan Politik Tentang Pendidikan Kewarganegaraan,Hakikat dan Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
Sumber
historis, Sosiologis, Dan Politik Tentang Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk
memahami pendidikan kewarganegaraan di Indonesia, pengkajian dapat dilakukan
secara historis, sosiologis, dan politis. Secara historis, pendidikan
kewarganegaraan dalam arti substansi telah dimulai jauh sebelum Indonesia
diproklamasikan sebagai negara merdeka.
PKn
pada saat permulaan atau awal kemerdekaan lebih banyak dilakukan pada tataran
sosial kultural dan dilakukan oleh para pemimpin negarabangsa. Dalam
pidato-pidatonya, para pemimpin mengajak seluruh rakyat untuk mencintai tanah
air dan bangsa Indonesia. Seluruh pemimpin bangsa membakar semangat rakyat
untuk mengusir penjajah yang hendak kembali menguasai dan menduduki Indonesia
yang telah dinyatakan merdeka. Pidato-pidato dan ceramah-ceramah yang dilakukan
oleh para pejuang, serta kyai-kyai di pondok pesantren yang mengajak umat
berjuang mempertahankan tanah air merupakan PKn dalam dimensi sosial kultural.
Inilah sumber PKn dari aspek sosiologis. PKn dalam dimensi sosiologis sangat
diperlukan oleh masyarakat dan akhirnya negara-bangsa untuk menjaga,
memelihara, dan mempertahankan eksistensi negara-bangsa.
Upaya pendidikan kewarganegaraan pasca kemerdekaan tahun 1945
belum dilaksanakan di sekolah-sekolah hingga terbitnya buku Civics pertama di
Indonesia yang berjudul Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia (Civics) yang
disusun bersama oleh Mr. Soepardo, Mr. M. Hoetaoeroek, Soeroyo Warsid,
Soemardjo, Chalid Rasjidi, Soekarno, dan Mr. J.C.T. Simorangkir. Pada cetakan
kedua, Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, Prijono (1960), dalam
sambutannya menyatakan bahwa setelah keluarnya dekrit Presiden kembali kepada
UUD 1945 sudah sewajarnya dilakukan pembaharuan pendidikan nasional. Tim
Penulis diberi tugas membuat buku pedoman mengenai kewajiban-kewajiban dan
hakhak warga negara Indonesia dan sebab-sebab sejarah serta tujuan Revolusi
Kemerdekaan Republik Indonesia. Menurut Prijono, buku Manusia dan Masjarakat
Baru Indonesia identik dengan istilah “Staatsburgerkunde” (Jerman), “Civics”
(Inggris), atau “Kewarganegaraan” (Indonesia).
Secara
politis, pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah
dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana dapat
diidentifikasi dari pernyataan Somantri (1972) bahwa pada masa Orde Lama mulai
dikenal istilah: (1) Kewarganegaraan (1957); (2) Civics (1962); dan (3)
Pendidikan Kewargaan Negara (1968). Pada masa awal Orde Lama sekitar tahun
1957, isi mata pelajaran PKn membahas cara pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan,
sedangkan dalam Civics (1961) lebih banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan
Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan untuk
"nation and character building” bangsa Indonesia.
Bagaimana sumber politis PKn pada saat Indonesia memasuki era
baru, yang disebut Orde Baru?
Pada awal pemerintahan Orde Baru,
Kurikulum sekolah yang berlaku dinamakan Kurikulum 1968. Dalam kurikulum
tersebut di dalamnya tercantum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara.
Dalam mata pelajaran tersebut materi maupun metode yang bersifat indoktrinatif
dihilangkan dan diubah dengan materi dan metode pembelajaran baru yang
dikelompokkan menjadi Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila.
Dalam Kurikulum 1968 untuk jenjang SMA, mata pelajaran Pendidikan
Kewargaan Negara termasuk dalam kelompok pembina Jiwa Pancasila bersama
Pendidikan Agama, bahasa Indonesia dan Pendidikan Olah Raga. Mata pelajaran
Kewargaan Negara di SMA berintikan: (1) Pancasila dan UUD 1945; (2)
Ketetapan-ketetapan MPRS 1966 dan selanjutnya; dan (3) Pengetahuan umum tentang
PBB.
Dalam Kurikulum 1968, mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran
wajib untuk SMA. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan
korelasi, artinya mata pelajaran PKn dikorelasikan dengan mata pelajaran lain,
seperti Sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, Hak Asasi Manusia, dan Ekonomi,
sehingga mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara menjadi lebih hidup,
menantang, dan bermakna.
Kurikulum Sekolah tahun l968 akhirnya mengalami perubahan menjadi
Kurikulum Sekolah Tahun 1975. Nama mata pelajaran pun berubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila dengan kajian materi secara khusus yakni menyangkut
Pancasila dan UUD 1945 yang dipisahkan dari mata pelajaran sejarah, ilmu bumi,
dan ekonomi. Hal-hal yang menyangkut Pancasila dan UUD 1945 berdiri sendiri
dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP), sedangkan gabungan mata pelajaran
Sejarah, Ilmu Bumi dan Ekonomi menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(lPS).
Pada masa pemerintahan Orde Baru, mata pelajaran PMP ditujukan
untuk membentuk manusia Pancasilais. Tujuan ini bukan hanya tanggung jawab mata
pelajaran PMP semata. Sesuai dengan Ketetapan MPR, Pemerintah telah menyatakan
bahwa P4 bertujuan membentuk Manusia Indonesia Pancasilais. Pada saat itu, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) telah mengeluarkan Penjelasan Ringkas
tentang Pendidikan Moral Pancasila (Depdikbud, 1982) yang dapat disimpulkan
bahwa: (l) P4 merupakan sumber dan tempat berpijak, baik isi maupun cara
evaluasi mata pelajaran PMP melalui pembakuan kurikulum 1975; (2) melalui Buku
Paket PMP untuk semua jenjang pendidikan di sekolah maka Buku Pedoman
Pendidikan Kewargaan Negara yang berjudul Manusia dan Masyarakat Baru lndonesia
(Civics) dinyatakan tidak berlaku lagi; dan (3) bahwa P4 tidak hanya
diberlakukan untuk sekolah-sekolah tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya
melalui berbagai penataran P4.
Sesuai dengan perkembangan iptek dan tuntutan serta kebutuhan
masyarakat, kurikulum sekolah mengalami perubahan menjadi Kurikulum 1994.
Selanjutnya nama mata pelajaran PMP pun mengalami perubahan menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang terutama didasarkan pada ketentuan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pada ayat 2 undangundang tersebut dikemukakan bahwa isi
kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (1)
Pendidikan Pancasila; (2) Pendidikan Agama; dan (3) Pendidikan Kewarganegaraan.
Pasca
Orde Baru sampai saat ini, nama mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
kembali mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat diidentifikasi dari
dokumen mata pelajaran PKn (2006) menjadi mata pelajaran PPKn (2013).
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, bahwa secara historis, PKn di Indonesia senantiasa
mengalami perubahan baik istilah maupun substansi sesuai dengan perkembangan
peraturan perundangan, iptek, perubahan masyarakat, dan tantangan global.
Secara sosiologis, PKn Indonesia sudah sewajarnya mengalami perubahan mengikuti
perubahan yang terjadi di masyarakat. Secara politis, PKn Indonesia akan terus
mengalami perubahan sejalan dengan perubahan sistem ketatanegaraan dan
pemerintahan, terutama perubahan konstitusi.
Hakikat dan
Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
Hakikat pndidikan kewarganegaraan merupakan sebuah
metode pendidikan yang bersumber pada nilai nilai Pancasila sebagai
kepribadian bangsa demi meningkatkan serta melestarikan keluhuran moral
dan perilaku masyarakat yang bersumber pada budaya bangsa yang ada sejak dahulu
kala.
Dengan hal tersebut diharapkan dapat mencerminkan
jati diri yang terwujud dalam berbagai tingkah laku di dalam kehidupan
keseharian masyarakat. Hakikat pendidikan kewarganegaraan sebagai sebuah
mata pelajaran yang memiliki sebuah tujuan penting dalam membentuk jati diri
individu yang hidup dalam kehidupan masyarakat yang majemuk.
Baik dalam kemajemukan suku, agama, ras dan budaya,
serta bahasa demi membangun
karakter bangsa sebagai bangsa yang cerdas, cakap dan memiliki
karakter yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila sebagai filosofi bangsa.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan memiliki tujuan yang
penting dalam memberi pemahaman bahwa pentingnya
pendidikan bagi manusia, terutama warga negara dalam memahami
warga negara dalam negara.
Beberapa ahli menuturkan tujuan-tujuan pendidikan kewarganegaraan,
berikut penjelasannya.
1. Branson
Branson (1999: 7) menyatakan tujuan
pedidikan kewarganegaraa ( civic education) adalah keikut
sertaan yang memiliki tanggung jawab serta mutu yang berkualitas dalam
kehidupan masyarakat maupun politik baik secara lokal, negara bagian, dan nasional.
2. Djahiri
Djahiri (1994/1995: 10) menyebutkan bahwa pendidikan kewarganegaraan
memiliki dua tujuan yang utama, yakni secara umum juga khusus.
Tujuan umum, pendidikan kewarganegaraan memiliki tujuan untuk memberi
dukungan goyangan Pendidikan Nasional mencapai sebuh keberhsilan
dan ajeg (tetap).
Tujuan khusus, pendidikan kewarganegaraan secara khusus bertujuan
untuk membentuk moral yang diharapkan dapat terwujud dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Depdiknas
Menurut Depdiknas (2006: 49), pendidikan kewarganegaraan memiliki
tujuan sebagai sebuah pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi, berikut
ini:
Memiliki pemikiran yang kritis dan kreatif serta rasional dalam
menghadapi masalah Kewarganegaraan.
Ikut serta dengan cerdas dan bijak juga bertanggung jawab,
bertindak secara sadar dalam setiap kegiatan, baik dalam bermasyarakat dan
berbangsa maupun bernegara.
Maju kearah yang lebih positif dan demokratis demi mewujudkan individu
yang berdasar pada nilai-nilai
pendidikan karakter yang ada di masyarakat dapat hidup rukun
dan berdampingan sebagai upaya menjaga keutuhan
NKRI.
Memiliki hubungan yang baik dengan bangsa lain dan informasi dalam
pengawasan ketertiban dunia secara langsung melalui teknologi informasi di era
globalisasi saat ini.
4. Sapriya
Penidikan kewarganegaraan menurut Sapriya (2001) memiliki tujuan
sebagai sebuah keikutsertaan yang rasional dan tanggung jawab di dalam
kehidupan berpolitik dari seorang warga negara yang patuh terhadap nilai-nilai
serta prinsip-prinsip demokrasi konstitusional Indonesia yang
mendasar. Keikutsertaan seorang tersebut perlu menguasai beberapa
pengetahuan serta kecakapan intelektual juga keterampilan untuk
ikutserta. Keikutsertaan tersebut kemudian akan ditingkatkan lagi dengan
jalan mengembangkan disposisi atau karaktristik tertentu.
Tujuan umum Pendidikan Kewarganegaraan
Warga negara yang memiliki tujuan untuk mendidik
setiap warga negara kepada warga negara yang baik, yang terlukis dalam tulisan
Somantri (2001: 279) “warga negara yang patriotik, toleransi, setia bangsa dan
negara, memiliki agama, demokratis, dan Pancasila sejati ”.
Djahiri (1995: 10) menyatakan sebuah pendapat bahwa dengan
pembelajaran kewarganegaraan seseorang diharapkan agar dapat:
Paham dan juga dapat menguasai secara rasional konsep dan norma Pancasila sebagai filosofi ,
dasar sebuah ideologi juga pandangan hidup negara RI.
Paham tentang konstitusi UUD NKRI 1945 serta ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku.
Mendalami dan berkeyakinan terhadap tatanan dalam sebuah sperti moral
dalam ketentuan yang berlaku.
Mengamalkan serta merefleksikan hal-hal tersebut
sebagai cerminan dari tingkah laku dan kehidupannya dengan keyakinan dan nalar
penuh.
Maftuh Dan Sapriya (2005: 30) bahwa menuturkan, tujuan gatra hearts
meingkatkan Pendiddikan Kewarganegaraan Adalah Supaya SETIAP Warga Negara
Menjadi Warga Negara yang Baik ( untuk menjadi warga negara yang
baik ), Yaitu.
Warga negara yang memiliki kecerdasan ( civics
inteliegence ) baik secara intelektual, emosional dan sosial, serta
spiritual;
Mempunyai kebanggaan serta bertanggung jawab ( tanggung jawab
sipil ); dan
Mampu ikitserta di dalam kehidupan bermasyarakat.
Setelah mendalami pemahaman tentang pemahaman dari tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan, maka dapat menolak mengenai Pendidikan Kewarganegaraan
memiliki kecenderungan pada penanaman konsep Kenegaraan yang juga bersifat
implementatif didalam kehidupan sehari - hari. Harapan yang ingin dicapai
yaitu mewujudkan generasi penerus yang menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.
Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan sangat penting dalam peran pendidikan, dasar,
dasar, Pancasila dan kewarganegaraan dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan juga bernegara. Berikut beberapa fungsi dari
pendidikan kewarganegaraan:
Mendorong generasi penerus untuk mendapatkan sebah pemahaman mengenai
cita-cita nasional juga tujuan negara.
Supaya lebih cepat dalam membuat keputusan-keputusan yang penting
bertanggung jawab baik untuk penyelesaian masalah individu dan masyarakat serta
negara.
Dapat memberikan apresiasi cita-cita nasional serta mengambil
keputusan-keputusan yang cerdas.
Sarana untuk menciptakan warga negara yang memiliki kecerdasan,
keterampilan, serta memiliki ide yang setia terhadap bangsa dan negara dengan
mewujudkan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan berprilaku yang sejalan dengan
amanah Pancasila dan UUD 1945.
Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai sebuah tatanan
pendidikan yang berdasar pada nilai-nilai
pancasila sebagai ideologi terbuka yang pengembangannya
sebagai cara
melestarikan budaya yang memiliki nilai-nilai luhur serta moral
yang sudah lama ada dan mencerminkan jati diri yang terrefleksi di dalam
kehidupan sehri-hari.
Comments
Post a Comment